OPINI: The World in The Imperfect Equilibrium; Stunting Issue From The Most Beautiful Mystical Land Prespectif

Oleh: Pierra Santos H. L. Tobing

Misa’ Kada Dipotua, Pantan Kada Dipomate

Rata-rata IQ Indonesia sering menjadi perbincangan hangat dan menjadi isu nasional, dengan skor 78,49 menurut World Population Review 2022 yang menempatkan Indonesia di peringkat 130 dari 199 negara. Walaupun memang disadari bahwa Q hanyalah salah satu indikator kecerdasan dan tidak dapat mengukur semua aspek kecerdasan manusia, namun dengan tingkat IQ 78,49 disadari bahwa penyebab salah satunya adalah kekurangan gizi yang menyebabkan juga stunting saat ini. Walaupun stunting bukan indikator merupakan satu-satunya dalam menentukan kualitas (indicator IQ) SDM, focus penyelesaian stunting ini menjadi awal perbaikan kualitas SDM untuk memastikan Ekonomi dan Kesejahteraan Indonesia lebih baik dan kompetitif dengan negara maju.

Baca Juga  Sering Terjadi Kecelakaan, Warga Minta Jalan Poros Rantepao-Palopo (Km 7) Diperbaiki

Dalam konteks pemahaman stunting dari perspektif kesehatan, banyak indikator dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan stunting itu. Namun secara umum, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Indikator umum seperti antropometri (tinggi badan dan berat badan), linis (fisik luar), biokimia, dan indikator lainnya perlu ditangani dengan penjabaran penyelesaian lebih spesifik, tersistematis, dan staging yang baik.

Penjabaran penanganan stunting, selain kebijakan yang searah dan sepaham antara kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemda, maka kebijakan dan target juga harus spesifik dengan memperhatikan masalah inti berdasarkan karakter masalah daerah masing masing. Satu hal yang pasti, fokus dari penyelesaian stunting harus berujung pada peningkatan kualitas SDM pada anak anak yang masih muda.

Baca Juga  Beberapa Titik Longsor Lambat Ditangani, BPBD: Alat Kami Hanya Satu dan Rusak

Jepang, sebagai negara pembanding, memiliki pengalaman dengan meluncurkan program gizi nasional setelah Perang Dunia II untuk mengatasi kekurangan gizi yang meluas. Program ini fokus pada penyediaan makanan bergizi dan edukasi gizi kepada masyarakat. Sebagai hasil dari upaya-upaya tersebut, rata-rata tinggi badan orang Jepang meningkat secara signifikan selama beberapa dekade. Hal ini menunjukkan bahwa dengan program yang tepat dan komitmen pemerintah, kualitas gizi dan tinggi badan masyarakat dapat ditingkatkan (Ministry of Health, Labour and welfare of Japan, 2023).

Dengan melihat kondisi SDM Indonesia dan Pengalaman Jepang, maka kebijakan dan focus pemerintah pusat dan Tana Toraja & Toraja Utara (yang telah berhasil menekan stunting pada beberapa tahun belakangan ini) perlu dilakukan dengan seia sekata tapi harus bisa menjawab tantangan masa depan dengan tanpa mengorbankan kepentingan saat ini dengan focus satu indicator tertentu terlebih dahulu (missal peningkatan tinggi badan atau indicator lainnya). Secara keseluruhan, maka dengan kualitas SDM yang belum kompetitif, SDM yang baik akan dapat mendorong ekonomi indondesia lebih besar sehingga tercipta imperfect equilibrium baru dalam pengembangan ekonomi Indonesia. (*)

  • Pierra Santos H. L. Tobing — Kepala KPPN Makale

Komentar