KAREBA-TORAJA.COM, MAKALE — Kisah sedih dialami Waru Subuh, warga Kelurahan Buntu Burake, Kecamatan Makale, Tana Toraja, yang harus menyaksikan rumah yang ditempatinya selama puluhan tahun dirobohkan alat berat, setelah Pengadilan Negeri Makale melakukan eksekusi atas tanah tempat rumahnya berdiri tersebut, Rabu, 18 Juli 2024.
Eksekusi itu dilaksanakan berdasarkan perkara nomor 6/Pdt.G/2022/PN Makale. Ahli Waris Tongkonan KUA di Kelurahan Buntu Burake, yakni Veronicus I. Bittikaka, Debora Maun Bittikaka, Alfrida Bittikaka, Mega Yabes Ratte Lembang, Bernadus Bittikaka melakukan gugatan yang ditujukan kepada Ibu Waru Subuh, Amir Subuh, dan Ruding Subuh, serta Badan Pertanahan Tana Toraja.
Para penggugat melakukan gugatan terhadap tergugat karena para tergugat dianggap melakukan perbuatan melawan hukum terhadap objek sengketa yang ditempati para tergugat.
Dalam perkara tersebut, Penggugat berhasil memenangkan gugatan dan dilakukan eksekusi pengosongan lahan terhadap objek sengketa dimana objek sengketa didalamnya berdiri 5 rumah dan tanaman produktif milik para tergugat.
Penggugat berhasil memenangkan gugatan ditingkat Pengadilan Negeri Makale, Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, dan Mahkamah Agung RI.
Kuasa hukum pihak tergugat, Asarias Tulak, menguraikan beberapa alat bukti yang menjadi dasar kepemilikan tergugat atas objek sengketa tersebut.
Menurut Asarias Tulak, dalam perkara tersebut, Penggugat hanya melampirkan salinan bukti pembayaran pajak sejak tahun 2018 s/d 2021 atas nama Dua’ Bai’ dan bukti pembayaran pajak sejak 2002 s/d 2017 atas nama Ruruk Buri, serta foto copy pemblokiran sebidang tanah dari Pertanahan tahun 2021 sebagai bukti kepemilikan.
“Sementara pihak tergugat Waru Subuh dkk. mengantongi sertifikat tanah sejak tahun 2000 atas nama I. Subuh dan salinan pembayaran pajak sejak tahun 1960,” terang Asarias.
Lebih lanjut, Asarias Tulak menguraikan bahwa Nenek leluhur para Tergugat bernama Ne’ Sandiku’ dari Tongkonan Batu Burake menempati objek sengketa sejak tahun 1.900. Dari Ne’ Sandiku’ lahir keturunan bernama Becce’ (Indo’ Kiba’) yang menempati objek sengketa sejak 1960 sampai 1987 (bukti pembayaran pajak), kemudian pada tahun 1988 -2024 objek sengketa didaftarkan atas nama I. Subuh (bukti pembayaran pajak) dan pada tahun 2000 terbit sertifikat (SHM) Pertanahan atas nama I. Subuh.
“Sementara dari pihak penggugat, bukti pembayaran pajak yang dimasukkan sebagai alat bukti tidak ada dalam peta blok Dispenda dan Kelurahan Buntu Burake dan bukti pembayaran pajak tersebut mulai terhitung sejak 2018,” urai Asarias.
Asarias Tulak juga menerangkan bahwa berdasarkan permohonan gugatan yang diajukan oleh para Penggugat bahwa Penggugat berasal dari Tongkonan KUA yakni dari keturunan Ne’ Maun yang menurut Penggugat Tongkonan tersebut didirikan oleh Ne’Mago’ dan diteruskan oleh Ne’ Maun sementara berdasarkan hasil keputusan Lembaga Adat Hakim Pendamai pada tahun 2015, objek sengketa adalah tanah Tongkonan Batu karena Ne’ Mago’ adalah keturunan Tongkonan Batu.
Asarias Tulak menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan upaya hukum yang bisa dilakukan untuk melakukan perlawanan terhadap persoalan ini.
Sementara itu, Waru Subuh berharap bantuan Presiden Jokowi mencari keadilan atas kasus ini.
Waru subuh mengaku tanah ini adalah satu-satunya lahan mereka untuk tempat tinggal namun akan dirampas.
Waru Subuh mengaku saksi-saksi yang dihadirkan dalam kasus ini adalah kepala lingkungan dan penagih pajak pada masanya. (*)
Penulis: Arsyad Parende
Editor: Arthur
Komentar