125 Ukiran Toraja Dapat Sertifikat HAKI, AMAN Toraya Raih Penghargaan dari Menkumham Yasonna Laoly
- account_circle Redaksi
- calendar_month Rab, 28 Sep 2022

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Toraya (AMAN Toraya), Romba Marannu Sombolinggi’ menerima penghargaan dari Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. (Foto: BT/Kareba Toraja).
KAREBA-TORAJA.COM, MAKASSAR — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Yasonna Laoly menyerahkan penghargaan kepada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Toraya atas dedikasinya yang melakukan inventarisasi dan mendaftarkan 125 jenis ukiran Toraja untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual Komunal (HAKI).
Penghargaan yang diserahkan dalam acara talkshow “Yosanna Mendengar Makassar” itu berupa pengakuan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM atas 125 jenis ukiran Toraja yang telah didaftarkan oleh AMAN Toraya.
Toraja merupakan daerah di Sulawesi Selatan yang paling banyak mendaftarkan Kekayaan Intelektual Komunal (125 buah) untuk mendapatkan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual Komunal (HAKI).
Sebelumnya sebanyak 125 jenis dan motif ukiran Toraja mendapat Surat Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) Republik Indonesia.
Surat Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dikeluarkan sesuai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Karya-karya cipta dalam bentuk ukiran ini sudah didokumentasikan dan dalam Pusat Data Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Indonesia.
Penerbitan sertifikat Hak Cipta ini dalam rangka perlindungan ekspresi budaya tradisional (EBT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Penghargaan dari Menteri Hukum dan HAM ini diterima oleh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Toraya (AMAN Toraya), Romba Marannu Sombolinggi’, selaku Kustodian.
Melalui Perjuangan Panjang
Hak Cipta Kekayaan Intelektual Komunal Passura’ Toraya ini diusulkan ke Kementerian Hukum dan HAM atas pertimbangan bahwa selama ini ada banyak pihak yang menyalahgunakan ukiran-ukiran Toraja, baik untuk kepentingan bisnis maupun kepentingan lain, yang pada prinsipnya menyalahi arti dan makna ukiran itu. Sebuah peristiwa tak terduga pada medio 2016, dimana ada sebuah hotel di Makassar yang menggunakan motif ukiran di lantai bangunan, menjadi titik awal kesadaran akan Hak Cipta itu diperjuangkan.
Adalah beberapa anak muda Toraja yang begitu konsen dengan masalah ini, seperti Belo Tarran, Briken Linde Bonting, Somba Tonapa, dan beberapa lainnya, yang kemudian berjuang bersama Romba Marannu Sombolinggi’ dari AMAN Toraya untuk mencari jalan agar ukiran Toraja ini memperoleh Hak Cipta dari Kementerian Hukum dan HAM.
Mereka kemudian menjalin komunikasi dengan kedua Pemda di Toraja, yakni Tana Toraja dan Toraja Utara untuk bersama-sama mengusulkan agar ukiran Toraja ini mendapat Hak Cipta dari Kementerian Hukum dan HAM. Namun di tengah jalan, karena berbagai alasan, mereka pun menemukan sosok Irjen Pol (Purn) Matius Salempang, yang dengan tangan terbuka menyambut ide tersebut.
Romba Marannu Sombolinggi’, dalam keterangan pers di Rantepao, Kamis, 24 Maret 2022 yang lalu, mengatakan dalam proses pengumpulan jenis, arti, dan makna ratusan ukiran Toraja itu, mereka tidak bekerja sendiri. Ada 32 lembaga adat di Toraja yang membantu dalam hal itu. Juga beberapa tokoh Toraja dan lembaga pemuda dan mahasiswa.
Mereka kemudian bertemu dengan salah satu tokoh Toraja, yang juga mantan Kapolda Sulsel, Irjen Pol (Purn) Matius Salempang pada tahun 2016. Setelah niat dan maksud diutarakan, Matius Salempang menyambut baik ide itu. Mantan Kapolda Kalimantan Timur ini kemudian melaporkan usulan ini ke Kementerian Hukum dan HAM.
Matius sendiri mengaku tindakan ini dilakukan semata-mata demi menjaga, melindungi, dan memperjuangkan hak-hak intelektual masyarakat Toraja, sehingga tidak disalahgunakan.
“Sebagai putra Toraja, saya merasa terpanggil untuk memperjuangkan hal itu. Supaya kekayaan intelektual orang Toraja itu tidak sembarangan dipakai orang,” tegas Matius.
Milik Semua Orang Toraja
“Bahwa yang memiliki itu adalah orang Toraja, bukan saya lho. Itu jelas dalam surat dari Kemenkumham. Kami tidak akan mengklaim, meski kami yang urus,” tegas Matius Salempang, menjawab kemungkinan protes yang bakal muncul dari kalangan masyarakat Toraja, terkait pencatatan hak cipta tersebut.
Agar hal ini tidak menimbulkan polemik, Matius meminta kedua Pemda di Toraja duduk bersama masyarakat adat untuk membicarakan masalah ini lebih lanjut. Yang terpenting adalah bahwa hak kekayaan intelektual masyarakat Toraja itu sudah tercatat di Kementerian Hukum dan HAM.
“Mungkin nanti ada Perda bersama, yang mengatur tentang bagaimana motif ukiran itu dipakai, tidak sembarangan. Misalnya motif yang cocok di Rambu Solo’ tidak boleh dipakai di Rambu Tuka, dan sebagainya,” urai Matius.
Ketua AMAN Toraya, Romba Marannu Sombolinggi’ juga mengingatkan hal yang sama. Menurut dia, meskipun ukiran ini didaftarkan oleh Bapak Matius Salempang dan AMAN Toraya sebagai Kustodian (penanggung jawab), namun Surat Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) tetap menjadi milik masyarakat Toraja.
“Kami hanya pengisiatif. Surat ini milik kita bersama (Toraja). Kami tidak akan mengklaim,” tegasnya.
“Nanti kita akan lihat regulasinya bagaimana, apakah dalam bentuk peraturan bersama dua kabupaten atau ada cara lain. Intinya ini (surat KemenkumHAM) tetap milik bersama,” pungkas Romba. (*)
Penulis/Editor: Arthur
- Penulis: Redaksi
Saat ini belum ada komentar