OPINI: Pengendalian DBD dengan BT (Bacillus Thuringiensis) di Toraja

Oleh: Alfenie Tangdirerung*

Permasalahan

Seiring dengan berkembangnya dunia pada saat ini tingkat penyebaran suatu penyakit juga dapat meningkat. Penyebaran penyakit dapat bersumber dari beberapa jenis hewan vektor, khususnya nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti dapat menyebabkan terjadinya infeksi arbovirus di dalam tubuh oleh virus Arthropod Borne Virus. Infeksi arbovirus sering disebut juga sebagai Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) penyebab penyakit demam berdarah. Penyebaran penyakit demam berdarah di Indonesia dapat tergolong tinggi, melihat Indonesia sebagai Negara tropis yang menjadi tempat kesukaan nyamuk Aedes aegypti dalam berkembang biak.

Insidensi kasus yang diakibatkan penyakit DBD di Toraja Utara pada tahun 2021 terdapat 46 kasus, namun akhir Juni 2022 terjadi peningkatan tercatat 159 laporan kasus demam berdarah dan 2 diantaranya meninggal dunia.

Faktor Penyebab

Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat penyebaran penyakit DBD di Indonesia tinggi, yaitu faktor lingkungan, tingginya populasi manusia pada suatu wilayah dengan tingkat penyebaran penyakit vektor sangat besar, kurangnya pengetahuan, curah hujan yang tinggi, dan perilaku manusia.

Tingkat penyebaran penyakit DBD paling tinggi sering kali terjadi di wilayah dengan dataran rendah dan sedikit khasus yang terjadi di wilayah dengan dataran tinggi.

Baca Juga  Irjen Kementan Siap Bantu Meningkatkan Kembali Kejayaan Kopi Toraja

Faktor ekonomi, lingkungan, dan peran masyarakat dalam suatu wilayah sangat mempengaruhi. Lingkungan kumuh, perilaku masyarakat yang tidak dapat menjaga kebersihan lingkungan serta kurangnya pengetahuan oleh masyarakat mengenai dampak bahaya yang dapat saja timbul dan mengancam hidup akibat kelalaian manusia itu sendiri. Curah hujan yang tinggi dapat menimbulkan genangan air sehingga menyebabkan populasi kembang biak dari nyamuk dapat terus meningkat.

Permasalahan yang saat ini sedang dihadapi yaitu kurangnya sosialisasi kepada masyarakat setempat mengenai dampak dari perilaku hidup tidak sehat dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit.

Selain itu, perlunya kesadaran dari masing-masing individu dalam menjaga kebersihan lingkungan untuk dapat mengurangi penyebaran penyakit tular vektor. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam menanggulangi penyebaran penyakit DBD dengan cara fogging, penyaluran kelambu berinsektisida, pengecekan berkala ke masing-masing rumah, dan lain-lain.

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi penyebaran penyakit DBD dapat dikatakan kurang karena dapat terlihat dari kasus penyebaran penyakit ini setiap tahunnya terus meningkat. Selain itu, penggunaan insektisida kimia dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan masyarakat dan polusi udara.

Baca Juga  FOTO: Karnaval Merdeka Toleransi Kantor Kementerian Agama Tana Toraja

Opsi pengendalian

Penggunaan bahan kimia dapat memberikan dampak negatif bagi makhluk hidup dan lingkungan. Oleh sebab itu, dalam penerapan pengendalian penyakit tular vektor dari nyamuk Aedes aegypti diterapkan bantuan mikroorganisme baik. Pemanfaatan mikroorganisme dapat membantu mengurangi penyebaran nyamuk dengan cara menghilangkan jentik pada air. Jenis mikroorganisme dapat digunakan yaitu Bacillus thuringiensis merupakan bakteri yang dapat mengaktifkan bioinsektisida yang dapat membunuh nyamuk dan lalat. Penggunaan bio-insektisida bakteri ini lebih aman dibandingkan insektisida kimiawi. Bacillus thuringiensis akan membentuk sebuah spora dan kristal protein menghasilkan toksin (delta endotoksin) yang dapat bersifat racun. Bacillus thuringiensis israelensis (BTI), merupakan bakteri gram positif yang dapat membunuh larva nyamuk di air secara alami.

Mekanisme kerja dari BTI, yaitu dengan cara spora BTI akan dikonsumsi larva pada saat di air sehingga spora BTI akan mengeluarkan senyawa toksin dalam usus dan akan menyebabkan larva berhenti makan dan mati. Kristal protein yang dihasilkan oleh bakteri BTI akan berikatan dengan sel epitel pada usus sehingga dapat menyebabkan lubang pada usus nyamuk dan kematian pada larva nyamuk. Sehingga bakteri BTI efektif dalam menurunkan jumlah larva dari nyamuk Aedes aegypti.

Baca Juga  Dokter Spesialis THT-KL Kini Hadir di RS Elim Rantepao

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja dari BTI, yaitu organisme, kualitas dari perairan, temperature, pH dan bakteriofag. Adapun upaya yang dapat dilakukan dalam pengendalian kasus DBD di Toraja, yaitu:

  1. Menjaga kebersihan lingkungan, membuang sampah pada tempatnya serta menghindari adanya genangan air. Pemerintah setempat harus menyediakan fasilitas pengangkutan sampah agar tidak menyebabkan terjadinya penumpukan sampah pada lingkungan tempat tinggal.
  2. Dilakukan fogging secara berkala untuk menghindari penyebaran nyamuk yang dapat menularkan penyakit.
  3. Dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak dan bahaya yang bisa diakibatkan karena adanya aktivitas nyamuk.
  4. Dapat menerapkan penggunaan mikroorganisme Bacillus thuringiensis dalam mengeliminasi pertumbuhan jentik nyamuk.
  5. Penyaluran kelambu berinsektisida, pengecekan berkala ke masing-masing rumah, dan mengumpulkan data kasus kejadian yang akurat serta dapat diakses masyarakat untuk dapat melihat jumlah kasus kejadian yang disebabkan oleh penyakit DBD. (*)

*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

Komentar