Dua Penjual Gadis ABG Divonis 5 Tahun dan 3,6 Tahun Penjara oleh Majelis Hakim PN Makale
- account_circle Redaksi
- calendar_month Sel, 16 Nov 2021

Dua pelaku perdagangan orang, masing-masing Wiwin alias Valen dan Sri Sunarti alias Mami, saat ditangkap aparat Polres Tana Toraja, Maret 2021 yang lalu. Kini keduanya sudah divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Makale. (AP/Kareba Toraja)
KAREBA-TORAJA.COM, MAKALE — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Makale menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 120 juta subsidir 3 bulan kurungan kepada terdakwa Wiwin alias Valen karena terbukti melanggar padal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang (human trafficking).
Selain Wiwin, terdakwa lainnya Sri Sunarti alias Mami, juga divonis 3 tahun dan 6 bulan penjara serta denda 120 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melanggar pasal 10 UU Nomor 21 Tahun 2007, yakni membantu malakukan perdagangan orang.
Sidang dengan agenda pembacaan putusan yang digelar Senin, 16 November 2021 dipimpin oleh Hakim Ketua Roland P. Samosir, SH dan dua hakim anggota, masing-masing Helka Rerung, SH dan Raja Bonar W. Siregar, SH, MH dengan panitera pengganti Yuliana Ampulembang, SH.
Dalam pertimbangan putusan majelis hakim yang dibacakan secara bergantian bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan yang diperoleh melalui alat bukti yang sah dan meyakinkan, terdakwa Sri Sunarti alias Mami telah terbukti membantu terdakwa Wiwin alias Valen melakukan perdagangan orang terhadap saksi korban yang masih di bawah umur, masing-masing FTM (17 tahun), AA (17 tahun), dan CDA(16 tahun) untuk dijadikan wanita penghibur di sebuah club malam yang bernama Dclub Karaoke di wilayah Luwuk Banggai.
Juru bicara PN Makale, Helka Rerung, yang juga salah satu hakim anggota saat dijumpai kareba-toraja.com setelah pembacaan putusan, menyampaikan bahwa majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan tentu telah mempertimbangkan hal yang memberatkan dan hal yang meringankan serta sesuai dengan peran atau kadar kesalahan para terdakwa.
“Untuk terdakwa Sri Sunarti alias Mami di persidangan mengakui perbuatannya dan berterus terang, sedangkan untuk terdakwa Wiwin alias Valen, di persidangan tidak berterus terang serta terbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya sehingga mendapat ganjaran atau hukuman yang berbeda,” terang Helka.
Helka menegaskan bahwa majelis hakim dalam mengadili perkara ini juga tetap berpedoman dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2017 tentang pedoman hakim dalam memeriksa perempuan yang berhadapan dengan hukum.
Untuk itu, Helka berharap supaya kepada istansi terkait supaya lebih selektif lagi dalam memberikan surat keterangan domisili dan surat perubahan identitas kepada warga yang tidak jelas asal usulnya karena dalam perkara ini juga terungkap indikasi pidana pemalsuan dokumen. Juga kepada para orang tua supaya mawas diri terhadap maraknya iming-iming pekerjaan kepada anak muda sekarang ini.
Kasus ini bermula pada bulan Maret 2021. Terdakwa Wiwin pulang cuti ke Toraja, namun sebelum balik ke tempat kerjanya di club malam di Luwuk Banggai, terdakwa Wiwin diminta terdakwa Sri Sunarti membawa perempuan untuk dijadikan wanita penghibur di Dclub karaoke. Terdakwa Wiwin kemudian mencari orang untuk itu. Lalu terdakwa menemukan tiga remaja asal Makale, yang masih dibawah umur.
Kepada ketiga gadis masih anak baru gede (ABG) tersebut, terdakwa Wiwin mengiming-iming mereka untuk dipekerjakan sebagai SPG (Sales Promotion Girl) di Manado dengan gaji Rp 8 juta per bulan serta akan dilengkapi semua kebutuhannya selama disana juga akan diperlakukan seperti ratu. Karena tiga gadis itu masih dibawah umur, terdakwa Wiwin, melalui ibunya, Mama Wiwin, mengurus perubahan indentitas dan kartu domisili ketiga saksi korban di Kelurahan Tondon Mamullu.
Singkat cerita, pada kenyataan ketiga korban tersebut kemudian dibawa terdakwa Wiwin ke Luwuk Banggai dan dijemput oleh terdakwa Sri Sunarti di Bandara lalu dipekerjakan di Dclub Karaoke sebagai ladies (gadis pelayan). Kurang lebih 2 hari ketiga saksi korban bekerja di Dclub Karaoke tersebut. Dan secara diam-diam, salah satu saksi korban menghubungi/melapor ke orang tuanya di Toraja tentang peristiwa yang mereka alami. Kasus perdagangan orang ini pun ditangani oleh Polres Tana Toraja.
Atas vonis tersebut, para terdakwa melalui penasihat hukumnya, serta penuntut umum, diberi kesempatan oleh majelis hakim untuk berpikir selama 7 hari; apakah menerima putusan atau melakukan upaya hukum. (*)
Penulis: Arsyad Parende
Editor: Arthur
- Penulis: Redaksi
Saat ini belum ada komentar