OPINI: Kekristenan dan Adat Toraja; Tantangan Inkulturasi Nilai dalam Ruang Sosial dan Hukum
- account_circle Redaksi
- calendar_month Kam, 24 Jul 2025

Dr. Marthen B. Salinding,S.H,H.H
Oleh: Dr. Marthen B. Salinding,S.H,H.H
Dalam masyarakat Indonesia, agama sering kali menjadi kekuatan transformatif yang memengaruhi budaya lokal. Di banyak wilayah mayoritas Muslim, misalnya, budaya yang lahir cenderung memiliki nuansa Islami, baik dalam struktur sosial, tradisi, hingga ekspresi kesenian. Namun realitas ini tampak berbeda di Toraja. Meskipun mayoritas masyarakat Toraja telah memeluk agama Kristen sejak lebih dari seabad lalu, budaya adat Toraja justru tetap kuat dan dominan, bahkan nyaris tidak mengalami ‘Kristenisasi’ secara kultural.
Ini bukan sekadar anomali sosiologis, melainkan problematika teologis, kultural, dan hukum yang penting dikaji.
Adat Tetap Dominan: Tantangan Integrasi Nilai Kekristenan dalam Struktur Budaya Lokal
Salah satu keunikan di Toraja adalah bagaimana agama Kristen tidak sepenuhnya menggeser warisan adat leluhur, tetapi justru sering mengalami adaptasi terhadap struktur dan sistem nilai adat. Banyak ritual adat seperti Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’ tetap dijalankan dengan nilai-nilai asli, dan hanya ditempeli unsur kekristenan dalam bentuk doa pembuka atau kehadiran pendeta, bukan pada substansi filosofis dan teologisnya.
Hal ini menunjukkan bahwa yang terjadi di Toraja bukanlah ‘Kristenisasi budaya’, melainkan ‘adatisasi kekristenan’. Gereja hadir, namun adat tetap memegang kendali ruang sosial.
Mengapa Nilai-Nilai Kekristenan Belum Terintegrasi Secara Mendalam dalam Budaya Adat?
Ada beberapa alasan mengapa kekristenan di Toraja tidak melahirkan budaya Kristen yang kuat sebagaimana Islam di daerah lain melahirkan budaya Islami:
- Natur Kekristenan yang Personal dan Teosentris Kekristenan lebih menekankan relasi pribadi dengan Tuhan dan spiritualitas individu, tidak secara sistematis mengatur hukum sosial seperti Islam.
- Pendekatan Misi Kristen yang Akomodatif terhadap Adat Pada awal kekristenan masuk ke Toraja, pendekatan misi cenderung mengakomodasi budaya lokal agar agama diterima. Hasilnya, adat tetap lestari bahkan setelah mayoritas menjadi Kristen.
- Kekuatan Adat Sebagai Identitas Suku. Adat bukan hanya norma, tetapi juga identitas eksistensial. Meski Kristen menjadi keyakinan spiritual, adat tetap menjadi rujukan sosial.
- Gereja yang Terfragmentasi dan Kurang Teologisasi Kontekstual Gereja-gereja cenderung sibuk dalam urusan internal, tanpa banyak melakukan pembaruan teologis berbasis lokalitas.
Konsekuensi Sosial-Hukum dan Tanggung Jawab Gereja
Ketiadaan pertautan yang kuat antara Kekristenan dan adat menghasilkan ketegangan dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan hukum. Praktik-praktik adat yang kontradiktif dengan iman Kristen tetap dijalankan, misalnya dalam hal pemujaan terhadap arwah, ritual kematian yang boros, dan stratifikasi sosial yang tidak egaliter.
Dalam praktik hukum, terjadi pergeseran nilai: meskipun masyarakat Toraja secara historis mengandalkan mekanisme adat untuk menyelesaikan konflik, kini banyak yang beralih ke mekanisme litigasi formal, yang sering kali tidak mempertimbangkan nilai-nilai kekeluargaan dan rekonsiliasi khas budaya Toraja. Akibatnya, penyelesaian konflik menjadi semakin legalistik dan transaksional, menjauh dari semangat kolektivitas dan harmoni sosial yang diwariskan leluhur.
Di sinilah tanggung jawab gereja dan akademisi Kristen: melakukan inkulturasi iman yang tidak bersifat memusnahkan adat, tetapi membaharui adat dalam terang Injil. Gereja di Toraja perlu bergerak dari sekadar hadir dalam budaya, menjadi agen transformasi budaya.
Penutup: Membangun Budaya yang Terinspirasi Iman
Tantangan ke depan bagi masyarakat Kristen di Toraja adalah membangun budaya yang terinspirasi oleh iman, bukan hanya menyandingkan iman dengan adat secara simbolik. Budaya Kristen bukan berarti meniru budaya Barat, tapi menanamkan nilai Injil dalam tubuh budaya lokal.
Masyarakat Islam mampu membangun budaya yang Islami karena nilai agama mereka mengalir dalam sistem sosial. Toraja juga dapat melahirkan budaya Kristen yang otentik jika iman tidak hanya dipeluk secara rohani, tetapi menjadi etos hidup, norma sosial, dan dasar etika bersama.
(Tulisan ini adalah sebuah kajian akademis)
- Penulis: Redaksi
Saat ini belum ada komentar