Tolak Eksplorasi Panas Bumi di Bittuang, Tana Toraja, Masyarakat Adat Kirim Surat ke Kementerian ESDM
- account_circle Desianti/Rls
- calendar_month Kam, 11 Des 2025
- comment 0 komentar

Masyarakat Adat dari empat komunitas adat di Bittuang menyatakan menolak eksplorasi gas alam/geothermal di Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Sulsel. (Foto: dok. istimewah/ds).
KAREBA-TORAJA.COM, BITTUANG — Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Minaral (ESDM) RI untuk mengeksplorasi potensi panas bumi geothermal di Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja mendapat penolakan dari masyarakat adat setempat.
Pernyataan penolakan masyarakat adat dari empat wilayah di Kecamatan Bittuang itu disampaikan kepada Kementerian ESDM melalui surat tanggal 30 November 2025.
Kelompok masyarakat adat yang menandatangani surat penolakan itu berasal dari empat wilayah adat di Bittuang, masing-masing wilayah adat Balla, wilayah adat Bittuang, wilayah adat Pali, dan wilayah adat Se’seng.
“Dengan ini menyatakan bahwa kami menolak secara tegas rencana pelaksanaan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi Panas Bumi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas proyek ini di daerah Bittuang, Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara, sebagaimana diumumkan oleh Kementerian ESDM melalui Surat pengumuman nomor: 22.Pm/EK.04/DEP/2025 tentang penawaran ulang wilayah survei pendahuluan dan eksplorasi panas bumi (WPSEP) di daerah Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan,” demikian bunyi surat yang ditandatangani empat tokoh adat tersebut.
Sebelumnya, suara penolakan juga muncul dari Aliansi Masyarakat Toraja Tolak Tambang (AMT3).
BERITA TERKAIT: AMT3 Tolak Rencana Survey dan Eksplorasi Panas Bumi di Bittuang, Tana Toraja
Alasan penolakan dari masyarakat adat di Bittuang itu, diantaranya kekhawatiran adanya pelanggaran hak kolektif masyarakat adat. Diketahui wilayah Bittuang yang termasuk dalam survei eksplorasi panas bumi ini adalah wilayah adat dan ulayat dan tanah leluhur yang dikuasai dan dikelola berdasarkan sistem adat, kekerabatan, dan kolektif (tanah ulayat, ruang hidup, sawah, kebun, sumber mata air, pemukiman, hutan adat, dll).
“Perlu kami tegaskan bahwa keberadaan kami sebagai Masyarakat Adat telah ada jauh sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan telah dijamin di dalam konstitusi Konstitusi Pasal 18B ayat (2) dan 28I ayat (3) UUD 1945, serta surat Keputusan Bupati Kabupaten Toraja No.222 Tahun 2005 Tentang Pengakuan 32 Komunitas Masyarakat Adat Toraya,” demikian penegasan surat tersebut.
Alasan kedua, eksplorasi panas bumi berpotensi merusak lingkungan hidup, mengancam kelestarian ekosistem, sumber air, mata pencaharianmasyarakat, serta merusak nilai-nilai budaya dan spiritual Masyarakat Adat dan bertentangan dengan hak-hak Masyarakat Adat yang dijamin oleh konstitusi.
Berikut, tidak adanya persetujuan bebas, didahului pemberian informasi dan tanpa paksaan dari Masyarakat Adat. “Bahwa hingga saat ini tidak ada proses konsultasi yang memadai, transparan, dan memenuhi prinsip Free, Prior, Informed Consent (FPIC) yaitu persetujuan bebas, didahului dengan pemberian informasi lengkap, dan tanpa paksaan sebelum keputusan apapun diberikan.”
- Penulis: Desianti/Rls
- Editor: Arthur

Saat ini belum ada komentar