Hasil Diskusi “Repetence of Ecology” PMKRI Cabang Toraja, Ini Dugaan Penyebab Tanah Longsor di Tana Toraja
- account_circle Admin Kareba
- calendar_month Kam, 25 Apr 2024

Bencana alam tanah longsor yang terjadi di Palangka, Kelurahan Manggau, Kecamatan Makale, Tana Toraja pada Sabtu, 13 April 2024 yang menyebabkan 16 korban meninggal dunia. (Foto: dok. istimewah).
KAREBA-TORAJA.COM, MAKALE — Beberapa bencana alam, terutama tanah longsor yang terjadi di Tana Toraja beberapa waktu terakhir, menarik perhatian banyak pihak. Termasuk Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Toraja.
PMKRI Cabang Toraja mencoba menelisik penyebab bencana alam tanah longsor tersebut dari prespektif ilmu pengetahuan melalui sebuah diskusi tematik yang mengangkat tema “Repetence Of Ecology” Toraja Darurat Bencana, Rabu, 24 April 2024.
Diskusi yang digelar di Margasiswa PMKRI Cabang Toraja tersebut menghadirkan narasumber ahli, Zakarias D.G Raja, S.T, M.IL, yang merupakan Kepala Balai Mitigasi Bencana Gerakan Tanah dan Gunung Api Wilayah Nusa Tenggara.
Dalam diskusi tersebut, Zakarias D.G Raja, S.T, M.IL menyebut beberapa hal penting yang menjadi penyebab kejadian bencana tanah longsor dari perspektif ilmu Geologi dan kultur tanah di Toraja, diantaranya:
- Pelapukan Batu. Pelapukan terjadi di akibatkan umur dari bebatuan di Toraja yang sudah tua, yaitu Eosen – Miosen atau 33-34 jutah tahun.
- Tidak adanya pembaharuan bebatuan. Menurut peta Geologi Sulawesi Selatan, khususnya Toraja yang tidak memiliki gunung api mengakibatkan tidak adanya pembaharuan bebatuan sehingga lapisan tanah hasil pelapukan sangat dalam.
- Kemiringan lereng. Daerah Toraja merupakan daerah pegunungan yang memiliki kemiringan lereng yang bervariasi antara 0% sampai lebih dari 40%. Sehingga ada beberapa titik tertentu yang begitu rawan longsor ketika diguyur hujan deras dalam waktu yang panjang.
- Peralihan Lahan. Peralihan lahan dari hutan menjadi pertanian juga menjadi salah satu penyebab. Dengan tidak adanya pengendalian serta pengelolaan lahan pertanian yang kurang tepat serta penggunaan kandungan pupuk yang belum sesuai dengan kebutuhan tanaman juga kurangnya pohon penahan erosi air di daerah lereng bukit di dekat pemukiman masayarakat.
- Kondisi Iklim. Intensitas curah hujan yang tinggi belakangan ini, menyebabkan infiltrasi air kedalam retakan-retakan yang mengakibatkan beban di permukaan tanah menjadi berat.
Zakarias menjelaskan bahwa kelima point ini dianggap sebagai hal yang paling berpengaruh dari tingginya kasus gerakan tanah yang terjadi di Toraja selama ini yang berujung pada kejadian bencana tanah longsor. Sehingga kesiapsiagaan dari masayarakat Toraja dalam upaya mitigasi di daerah rawan tanah longsor sangat diperlukan sebagai bentuk pencegahan.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan sebagai bentuk mitigasi dalam minimalisir dampak dari masalah ini seperti:
- Pentingnya pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat dari instansi terkait untuk memberikan pemahaman peta daerah rawan bencana yang diakibatkan oleh gerakan tanah di wilayah Toraja.
- Perlunya pelaksanaan gerakan reboisasi di beberapa daerah lereng bukit untuk mencegah percepatan laju erosi akibat pengikisan air.
Presidium Gerak Kemasyarakatan PMKRI Cabang Toraja, Albert Punaga, yang juga sebagai opening speac dalam kegiatan ini, menyampaikan bahwa pagelaran diskusi yang dilaksanakan ini murni untuk menambah wawasan sekaitan dengan pendalaman maraknya bencana tanah longsor di Tana Toraja dari persfektif ilmu Geologi.
“Kami berharap, hasil diskusi ini bisa membantu pihak yang berwenang untuk mensosialisasikan kepada masyarakat terkait apa yang harus dilakukan ke depannya. Dan semoga diskusi ini berguna bagi semua masyarakat Toraja,” tutur Albert. (*)
Penulis: Desianti
Editor: Arthur
- Penulis: Admin Kareba
Saat ini belum ada komentar