Dari Kampung Terpencil di Tana Toraja, Aktivis Muda Raih Gelar Pascasarjana Universitas Indonesia
- account_circle Arsyad Parende/Rls
- calendar_month Sel, 16 Sep 2025
- visibility 2.706
- comment 0 komentar

Herianto Ebong, yang kerap disapa Heri, pemuda asal Kampung Kondodewata, Kecamatan Mappak, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, berhasil meraih gelar Pascasarjana dari Universitas Indonesia pada 12 September 2025. (Foto: dok. Pribadi).
KAREBA-TORAJA.COM, MAKALE — Herianto Ebong, yang kerap disapa Heri, pemuda asal Kampung Kondodewata, Kecamatan Mappak, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, berhasil meraih gelar Pascasarjana dari Universitas Indonesia pada 12 September 2025. Lahir dari keluarga sederhana, perjalanan ini jadi bukti bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk meraih mimpi besar.
Kampung Kondodewata hingga kini masih dikenal sebagai wilayah terpencil dengan infrastruktur jalan yang rusak, akses telekomunikasi yang minim, serta fasilitas pendidikan yang sangat terbatas.
Kisah tragis dari kampung ini kerap diberitakan media, baik lokal maupun nasional, mulai dari warga sakit atau meninggal yang harus ditandu keluar masuk kampung, hingga peristiwa memilukan seorang bayi yang terpaksa lahir di jalan tanpa perlengkapan medis memadai. Keterbatasan pendidikan mengharuskan anak-anak di kecamatan tersebut meninggalkan kampung setelah lulus SMP, karena saat itu belum tersedia SMA.
Dalam kondisi itu, Heri memilih melanjutkan pendidikannya di Makassar, yang lebih mudah dijangkau melalui jalur Sulawesi Barat, daripada harus berjalan jauh menuju ibu kota Kabupaten Tana Toraja.
Heri menamatkan pendidikan di SMK pada 2016. Keterbatasan informasi membuatnya gagal mengikuti tes perguruan tinggi negeri di Makassar, sehingga ia melanjutkan studi di Universitas Fajar. Masa kuliah menjadi awal keterlibatannya dalam dunia aktivisme, di mana ia aktif di berbagai organisasi mahasiswa dan dipercaya menjabat Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Makassar periode 2020–2021.
Usai meraih gelar sarjana pada 2020, Heri diterima di Pascasarjana Universitas Hasanuddin, namun menunda studi untuk bekerja di Papua demi membantu ekonomi keluarga. Pada 2022, ia kembali aktif di dunia organisasi melalui Kongres PMKRI di Samarinda dan terpilih sebagai pengurus pusat PMKRI periode 2022–2024, yang membawanya ke Jakarta.
Pada 2023, ia mendaftar program Pascasarjana di Universitas Trisakti dan Universitas Indonesia, dan diterima di keduanya. Baginya, UI adalah mimpi besar yang dahulu terasa mustahil. “Jika anak-anak di perkotaan bisa merencanakan kuliah di luar negeri, saya yang berasal dari kampung hanya mampu bermimpi sebatas sekolah di ibu kota provinsi. Bukan karena kami tak punya mimpi besar, melainkan karena akses dan kesempatan di kampung begitu terbatas,” ujarnya.
Tantangan biaya tidak menyurutkan langkahnya. Ia mengatasinya dengan mendaftar beasiswa dan berhasil meraihnya pada tahun yang sama. Kini, gelar Pascasarjana UI resmi disandangnya.
“Gelar ini bukan hanya milik saya, tetapi juga milik keluarga di kampung, sahabat-sahabat yang selalu mendoakan, serta para mentor yang mendukung sepanjang perjalanan ini,” ungkapnya.
Heri turut menyampaikan terima kasih kepada orang tua dan para tokoh yang mendampinginya selama pendidikan di Jakarta, di antaranya Bapak Datuk Komjen Pol. (Purn.) Drs. Gregorius Gories Mere, Bapak Benidiktus Papa, Bapak Irjen Pol (Purn.) Frederik Kalalembang, Bapak Kolonel Inf. (Purn.) Tarsis Kodrat, Bapak Robert Joppy Kardinal, serta sejumlah tokoh lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Bagi Heri, perjalanan ini adalah pembuktian bahwa keberanian melangkah, kerja keras tanpa henti, dan keyakinan pada Tuhan mampu membuka jalan dari kampung terpencil menuju gerbang universitas terbaik di negeri ini. (*)
- Penulis: Arsyad Parende/Rls
- Editor: Arthur
Saat ini belum ada komentar