Bangun Ketahanan Komunitas, Dosen UKI Toraja Dampingi Masyarakat Lembang Lea Lindungi Hak Atas Tanah Tongkonan
- account_circle Arsyad Parende/Rls
- calendar_month Sab, 30 Agu 2025

Tim Dosen UKI Toraja berfoto bersama peserta sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Perlindungan Hak Atas Tanah Tongkonan melalui Literasi Hukum dan Pendekatan Psikososial Berbasis Komunitas. (Foto/Istimewa)
KAREBA-TORAJA.COM, MAKALE — Ditengah hiruk-pikuk pembangunan dan tekanan atas sumber daya alam, masyarakat adat Toraja di Lembang Lea, Kabupaten Tana Toraja, sedang memperkuat benteng perlindungan atas warisan leluhur mereka yakni tanah Tongkonan.
Melalui kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PkM) yang didanai Hibah DRTPM, tim dosen dari Universitas Kristen Indonesia Toraja (UKI Toraja) berhasil menyelenggarakan serangkaian sosialisasi intensif selama empat hari (15–16 dan 18–19 Agustus 2025) di Tongkonan Lempangan, Lembang Lea, Kecamatan Makale, Tana Toraja
Kegiatan bertajuk “Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Perlindungan Hak Atas Tanah Tongkonan melalui Literasi Hukum dan Pendekatan Psikososial Berbasis Komunitas” ini hadir sebagai respons atas kerentanan tanah adat terhadap sengketa, eksploitasi, dan ketidakpastian hukum, sekaligus upaya memperkuat ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi tekanan modern.
Mengapa Tanah Tongkonan Harus Dilindungi?
Tanah Tongkonan bukan sekadar aset fisik, tetapi jantung identitas, spiritualitas, dan kekerabatan masyarakat Toraja. Sebagai tanah adat yang dimiliki secara kolektif oleh seluruh rumpun keluarga, tanah ini menjadi tempat berdirinya tongkonan (rumah adat), rante (lokasi upacara kematian), liang (makam batu) dan kande tongkonan (sawah adat). Namun, belum terdaftarnya banyak tanah Tongkonan membuatnya rentan terhadap klaim pihak luar, konflik internal, bahkan perampasan tanpa proses hukum yang adil.
“Tanah Tongkonan adalah warisan leluhur yang sakral. Jika tidak dilindungi secara hukum, generasi mendatang bisa kehilangan akar budayanya,” tegas Marchelina Rante, S.H., M.H., salah satu dosen hukum dalam tim PkM saat membuka sesi tentang Perlindungan Hak atas Tanah Tongkonan.
Dalam sesi tersebut, Marchelina menjelaskan bahwa Negara mengakui hak masyarakat adat atas tanah ulayat, termasuk tanah Tongkonan, melalui Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960. Namun, pengakuan ini harus diwujudkan melalui pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat, yang menjadi alat bukti hukum yang kuat.
Jalan Menuju Legalitas: Tata Cara Pendaftaran Tanah Tongkonan
Dosen UKI Toraja, Yulianus Marampa’ Rombeallo, S.H., M.H., yang juga praktisi hukum (Advokat dan konsultan hukum) dalam pemaparannya memberikan pemahaman mendalam tentang tata cara pendaftaran tanah Tongkonan secara kolektif. Berbeda dengan tanah pribadi, tanah Tongkonan harus didaftarkan atas nama badan hukum, seperti perkumpulan atau yayasan adat, agar hak kolektif tetap terjaga.
“Langkah pertama adalah kata sepakat seluruh rumpun keluarga, setelah itu dibuat akta pendirian badan hukum di notaris, yang akan menjadi alas hak untuk mendaftarkan tanah Tongkonan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).” urai Yulianus.
Dalam sesi ketiga, Christian Aldadwianto, S.P., pegawai BPN Kabupaten Tana Toraja, memandu peserta melalui proses teknis: mulai dari pengumpulan dokumen, pengukuran lahan, pengumuman yuridis selama 60 hari, hingga penerbitan sertifikat.
Christian menekankan bahwa proses ini transparan, terbuka untuk umum dan dilindungi hukum.
Dukungan Psikososial: Ketahanan Sosial untuk Hadapi Konflik
Namun, perlindungan hukum saja tidak cukup. Konflik agraria seringkali membawa luka psikologis yang dalam: kecemasan, trauma, perpecahan antar rumpun, bahkan kehilangan rasa percaya. Oleh karena itu, Iindarda Sangkung Panggalo, M.Psi., Psikolog, menghadirkan pendekatan dukungan psikososial berbasis komunitas (Community-Based Psychosocial Support/CBPS).
“Ketika tanah leluhur terancam, bukan hanya hak yang dipertaruhkan, tapi juga kesehatan mental dan keutuhan sosial,” ujar Iindarda.
Iindarda memandu peserta dalam diskusi tentang pentingnya jaringan dukungan sosial, solidaritas dan kepemimpinan adat dalam mengelola konflik secara damai.
Melalui simulasi dan studi kasus, peserta belajar mengenali gejala stres kolektif, membangun ruang aman untuk berbagi, dan memperkuat ketahanan komunitas (community resilience) melalui nilai-nilai adat seperti bassi (gotong royong) dan sikerei (musyawarah).
Respons Positif dari Masyarakat Mitra
Sebanyak 15 peserta termasuk di dalamnya tokoh adat, ketua mitra dan perwakilan masyarakat Lembang Lea mengikuti kegiatan ini dengan antusias. Beberapa dari mereka mengaku selama ini ragu atau takut untuk mendaftarkan tanah Tongkonan, khawatir akan memicu konflik atau menghilangkan nilai kolektif.
“Kami sekarang tahu bahwa bisa mendaftar secara bersama, melalui badan hukum. Ini sangat melegakan,” ujar Daniel Kadir salah satu peserta, yang juga selaku ketua mitra.
Tim PkM juga memberikan modul lengkap yang mencakup rangkuman hukum agraria, prosedur pendaftaran dan panduan dukungan psikososial, sebagai bekal jangka panjang bagi masyarakat.
Langkah Nyata untuk Keadilan Agraria dan Kesejahteraan Sosial
Kegiatan ini bukan sekadar sosialisasi, tapi awal dari pemberdayaan nyata. Dengan bekal pengetahuan hukum dan kesehatan mental, masyarakat Lembang Lea kini lebih siap untuk:
1. Melindungi tanah tongkonan dari ancaman sengketa dan eksploitasi.
2. Melakukan pendaftaran tanah secara kolektif dan legal.
3. Menyelesaikan konflik secara damai dan berkeadilan.
4. Membangun komunitas yang tangguh secara sosial dan emosional.
“Ini adalah bentuk nyata peran perguruan tinggi dalam mendampingi masyarakat adat,” kata Yulianus Marampa’ Rombeallo.
“Kita tidak hanya mengajar di kelas, tapi turun ke lapangan, bersama rakyat, untuk memperjuangkan keadilan.” urai Yulianus lebih lanjut.
Dengan sinergi antara literasi hukum dan pemulihan psikososial, masyarakat Lembang Lea tidak hanya mempertahankan tanah leluhur, tapi juga membangun masa depan yang lebih berdaulat, adil dan sejahtera.
Ucapan Terima Kasih
Tim PkM UKI Toraja mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) atas kepercayaan dan dukungan hibah yang diberikan.
Begitupun kepada Rektor UKI Toraja atas dorongan, fasilitasi dan komitmen dalam mendorong keterlibatan akademik yang berdampak sosial. Dan tentunya kepada masyarakat Lembang Lea yang luar biasa sebagai mitra, atas kepercayaan, partisipasi, dan semangat gotong royong dalam menjaga warisan leluhur. Kolaborasi ini adalah wujud nyata dari ilmu untuk rakyat. (*)
- Penulis: Arsyad Parende/Rls
- Editor: Arthur
Saat ini belum ada komentar