Pada 16 Desember 2020, Mahkamah Agung RI menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Bupati Toraja Utara dalam kasus sengketa Lapangan Gembira (Lapangan Pacuan Kuda) Rantepao, Toraja Utara. Penolakan Mahkamah Agung ini tertuang dalam keputusan nomor K 911 PK/Pdt/2020 tanggal 16 Desember 2020. Itu perjuangan terakhir pemerintah Kabupaten Toraja Utara mempertahankan tanah Lapangan Gembira/Pacuan Kuda melawan penggugat ahli waris Haji Ali.
Karena permohonan Peninjauan Kembali ditolak oleh Mahkamah Agung maka perkara ini dianggap sudah berkekuatan hukum tetap. Merujuk gugatan penggugat (ahli waris H. Ali), mulai dari Pengadilan Negeri hingga ke Mahkamah Agung, Bupati Toraja Utara sebagai tergugat diharuskan membayar ganti materil sebesar Rp 150 miliar kepada penggugat. Selain itu, kerugian imateril sebesar Rp 500 miliar. Kemudian, jika tidak dibayar sejak waktu eksekusi dilakukan, Bupati Toraja Utara juga diharuskan membayar “uang paksa” sebesar Rp 2 juta per hari dari keterlambatan pembayaran.
Namun, eksekusi terhadap perkara ini kelihatan belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Sebab, pada objek yang sama, ada gugatan perlawanan dari pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Dan, sidang gugatan perlawan dari Pemprov Sulsel ini sudah dimulai sejak 29 November 2021.
Pemprov Sulsel melakukan gugatan perlawanan setelah pada perkara sebelumnya antara ahli waris Haji Ali versus Pemkab (Bupati) Toraja Utara, dimenangkan oleh penggugat (dalam hal ini ahli waris Haji Ali) hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Bahkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari Bupati Toraja Utara terhadap perkara gugatan Lapangan Gembira/Lapangan Pacuan Kuda ini ditolak oleh Mahkamah Agung pada 16 Desember 2020 yang lalu.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan gugatan perlawanan karena di dalam objek sengketa, yakni Lapangan Gembira atau Lapangan Pacuan Kuda Rantepao, ada dua persil tanah milik Pemprov Sulsel yang sudah bersertifikat.
Dua persil itu yakni, tanah lokasi SMA Negeri 2 Toraja Utara dan Kantor Dinas kehutanan serta perumahan pegawai, yang saat ini, juga berdiri gedung Samsat Toraja Utara.
Kuasa hukum Pemprov/Gubernur Sulsel, Mauli Yadi Rauf, mengatakan lokasi dua objek gugatan perlawanan itu sudah bersertifikat. Obyek pertama yakni tanah yang ditempati SMAN 2 Toraja Utara dan ada bangunan di belakangnya yang bersertifikat sejak 8 Desember 1981. Objek kedua adalah lokasi yang saat ini berdiri kantor Dinas Kehutanan bersama kantor Samsat, serta perumahan pegawai. Objek itu sudah bersertifikat sejak 15 Maret 1986.
Dalam perkara ini, selain ahli waris Haji Ali, Bupati/Pemkab Toraja Utara juga turut menjadi tergugat. Sebab, pada perkara sebelumnya, yakni ahli waris Haji Ali versus Bupati Toraja Utara, kedua objek milik Pemprov Sulsel tersebut, masuk dalam objek gugatan.
Objek Gugatan Tidak Jelas
Pada Senin, 1 Agustus 2022, Ketua Pengadilan Negeri Makale, Richar Edwin Basoeki, bersama jajarannya meninjau lokasi yang digugat oleh Gubernur Sulsel tersebut.
Kehadiran para Hakim di sekolah tersebut disambut ribuan siswa-siswi SMA Negeri 2 Toraja Utara dengan membentangkan poster dengan berbagai keluhan mereka.

Usai mengelilingi batas sekolah SMAN 2 Toraja Utara, Ketua Pengadilan Negeri Makale, Richar Edwin Basoeki, mengatakan sidang peninjauan lokasi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi riil di lapangan terkait objek yang digugat atau disengketakan oleh Gubernur Sulsel melawan ahli waris Haji Ali dan Bupati Toraja Utara.
“Setelah ini, kami beri waktu kesimpulan selama dua minggu untuk membuat kesimpulan,” terang Richar Edwin.
Kuasa hukum Pemprov/Gubernur Sulsel, Mauli Yadi Rauf lebih lanjut menguraikan bahwa objek yang digugat oleh ahli waris H. Ali, baik pada gugatan pertama terhadap Bupati Toraja, maupun pada sidang gugatan perlawanan ini, tidak jelas.
“Bukti yang diajukan oleh penggugat terdahulu yang kami jadikan Terlawan 1di perkara ini meragukan sekali bukti P2-nya. Kemudian ada kejanggalan lain. Bank BRI itu dikatakan dalam gugatan berada di sebelah timur obyek sengketa, padahal fakta lapangan, kantor BRI itu berada di sebelah barat. Jadi objek gugatan mereka ini tidak jelas,” urai Mauli Rauf.

Sementara itu, Kepala SMA Negeri 2 Toraja Utara, Yulius Lamma Bangke’ menyatakan kedatangan Hakim atau Ketua Pengaadilan dari Makale yang turun melihat langsung objek sengketa, sangat baik. Dengan begitu, keputusan yang dibuat benar-benar valid.
Yang berikut, penelitian batas tanah sesuai sertifikat yang dimilik Pemprov Sulsel, juga dinilai positif oleh Yulius. “Jadi sertifikat kami itu sertifikat asli atas nama tanah negara, berukuran 18 ribu meter persegi. Itu yang ditinjau oleh para hakim tadi,” terang Yulius.
Terkait aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ribuan siswanya, Yulis mengatakan bahwa aksi itu merupakan ungkapan hati dan aspirasi para siswa yang tidak ingin pelajaran mereka terganggu dengan adanya sengketa tanah lokasi sekolah tersebut.
“Siswa -siswi menyalurkan aspirasi mereka dan tidak anarkis. Mereka hanya mempertahankan bahwa biarlah kami belajar. Jangan biarkan mafia-mafia tanah merampas tanah kami,” terang Yulius. (*)
Penulis: Desianti/Alb
Editor: Arthur
Komentar