KAREBA-TORAJA.COM, MAKALE — Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengakuan Masyarakat Adat terus bergulir dan saat ini memasuki tahap konsultasi publik.
Konsultasi publik digelar di Aula Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Tana Toraja, Senin, 20 November 2023 kemarin.
Sejumlah masukan perbaikan terhadap Ranperda Masyarakat Adat ini muncul dalam konsultasi publik tersebut. Yang paling menonjol adalah protes dari tokoh masyarakat Gandangbatu Sillanan yang juga Kepala Lembang Gandangbatu, Semuel Pulung.
Mantan Kapolsek Mengkendek ini mempertanyakan naskah akademik Ranperda yang tidak mencantumkan wilayah Gandangbatu dan Sillanan sebagai satu wilayah adat atau Bua’.
Dari 21 wilayah adat yang disebutkan dalam naskah akademik tersebut, Gandangbatu dan Sillanan dimasukkan sebagai wilayah adat Mengkendek.
Meskipun Gandangbatu dan Sillanan memang tidak masuk dalam 32 wilayah adat yang ada di Toraja namun berdirinya Gandangbatu Sillanan sebagai satu kecamatan tak lain karena pertimbangan karakter dan adatnya yang berbeda dengan wilayah lainnya, sehingga harusnya juga diakui sebagia salah satu wilayah adat.
Jika merujuk ke naskah yang ada, Kecamatan Gandangbatu Sillanan masuk dalam wilayah adat Mengkendek.
Dari 32 wilayah adat di Toraja, 21 wilayah adat masuk wilayah Tana Toraja dan 11 diantara masuk wilayah Toraja Utara.
21 wilayah adat yang masuk wilayah Tana Toraja yakni Mengkendek, Sangalla’, Makale, Ulusalu, Talion, Banga, Malimbong, Palesan, Balepe’, Buakayu, Rano, Mappak, Bau, Simbuang, Pali, Balla, Bittuang, Se’seng, Kurra, Tapparan dan Madandan.
Ketua AMAN Toraya, Romba Marannu Sombolinggi menjelaskan penetapan 32 wilayah adat itu sudah mendapat pengakuan pemerintah daerah melalui SK Bupati Tana Toraja Nomor 55 Tahun 2004.
“Namun terkait masukan-masukan dari publik, forum konsultasi publik inilah memang yang menjadi ruang untuk menyampaikan itu jika ada yang dianggap perlu untuk dikoreksi,” kata Romba.
Sementara itu, Ketua Bapemperda DPRD Tana Toraja, Kristian HP Lambe, menjelaskan konsultasi publik adalah tempat dan ruang untuk mendapatkan masukan untuk proses pembentukan Peraturan Daerah (Perda).
”Ini masih akan menempuh proses panjang dan semua masukan dan tanggapan itu akan menjadi perhatian dan pertimbangan dalam pembahasan sebuah Perda,” jelas Kristian. (*)
Penulis: Siska Papalangi’
Editor: Arthur
Komentar