Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Pendidikan » OPINI: Remaja dan Bunuh Diri

OPINI: Remaja dan Bunuh Diri

  • account_circle Redaksi
  • calendar_month Sen, 1 Feb 2021

Oleh: Anthon Pararak

KITA sangat bersedih bahwa pada Januari 2021 di Toraja, telah 5 (lima) remaja mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri (gantung diri). Peristiwa yang paling menghebohkan adalah dua remaja, di tempat dan saat yang sama, mengakhiri hidupnya (https:/sepasang-muda-mudi-ditemukan-meninggal-dalam-posisi-tergantung-di-jalan-serang-rantepao/), Minggu, 31 Januari 2021.  Kita prihatin sebab di tahun 2020 tercatat ada 30 kasus bunuh diri di Toraja, angka yang sangat kritis (https:/, 30 Desember 2020).

Berbagai faktor penyebab dimunculkan dengan beberapa analisis yang berhamburan di media sosial. Seluruh analisis tetap kita pegang, sebab memang belum ada penelitian yang menyeluruh tentang kasus bunuh diri di Toraja ini. Tak satupun pihak dapat mengklaim faktor utama penyebab peningkatan kasus bunuh diri di Toraja, terutama di kalangan orang muda. Pun para tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah, bahkan keluarganya. Sebab, yang tahu persis adalah mereka yang melakukannya!

Ellyana Surya Mahari, seorang mahasiswa pascasarjana Psikologi Terapan, menyoroti soal resiliensi atau ketangguhan orang muda Toraja menghadapi masalah yang sedang dialaminya (http://torajadaily.com/generasi-muda-di-toraja-lemah-dan-rapuh-benarkah?) “Faktanya adalah para pelaku bunuh diri tidak memiliki kemampuan untuk mengatur emosi, pesimis, dan tidak memiliki ketahanan menghadapi masalah dan tekanan hidup. Semua sikap tersebut dikarenakan resiliensi yang dimiliki pelaku bunuh diri lemah”, tulisnya.

Apapun itu analisisnya, tetap saja sah untuk sebuah bekal mengantisipasi masalah-masalah yang dihadapi oleh remaja kita. Yang pasti adalah faktor-faktor ini tidak serta merta instan munculnya. Pastilah sistemik dan mulai merasuki, baik itu sebagai pemicu, atau bahkan lebih dalam lagi, telah mulai berakar dalam ‘situasi kebatinan’ remaja di Toraja.

Tulisan singkat ini ingin merangkum beberapa poin penting situasi remaja secara umum, dan mengkaitkanya dengan beberapa fenomena yang terjadi di Toraja, sehubungan dengan kasus bunuh diri di kalangan remaja.

Teman Sebaya dan Kesetiaan

Psikologi Perkembagan telah mencatat bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari anak ke dewasa. Pada dunia pendidikan, mereka adalah siswa SMP/SMA dan awal kuliah (usia 12/13 tahun s.d. 18/21 tahun). Mereka bukan anak-anak lagi, tetapi sekaligus belum dewasa. Dalam hubungan sosial, mereka ingin mandiri, tetapi sekaligus masih terikat dengan orang tua dan keluarganya. Mereka ingin punya kamar sendiri, dompet sendiri, mereka ingin punya uang sendiri, dan seterusnya, sementara juga pakaian dalam mereka masih minta dicucikan oleh orang tua. Mereka ada di wilayah pencairan jati diri: who Am I?, sebuah tema rekoleksi/ret-ret bagi remaja yang sangat populer.  Dalam rentan hidup manusia (life span development), masa remaja tercatat sebagai masa yang paling krusial, kritis dan sangat menentukan.

Teori Psiko Sosial Eric H. Ericson (Childhood & Society, 1950), memberi frame bahwa remaja menghadapi krisis: Identitas vs Kebingungan Identitas. Jika mulus dalam relasi sosial, mereka akan mengerti siapa dirinya. Sebaliknya, jika terhambat, mereka akan bingung, stres, frustasi, depresi, dan melampiaskan ke hal yang negatif bahkan brutal. Mereka mencari jati diri, mencari figur, acuan. Mereka mengecat rambut, menindih hidung, mengganti knalpot motor racing, dan seterusnya.  Mereka melakukan apa saja untuk mendapatkan identitas yang jelas, atau paling kurang mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitar, bahkan pengakuan negatif sekalipun. Pertentangan dengan orang dewasa mereka bentuk, sekalipun terhadap ibu dan bapaknya. ‘Permusuhan’ ini ingin menegaskan bahwa mereka berbeda, berdiri sendiri, dan mampu melakukan apa saja, sebagaimana yang dilakukan orang dewasa.

Siapa yang mampu meredam remaja yang sedang bingung dengan identitas mereka?  Eric H. Ericson menunjuk Teman Sebaya. Kekuatan yang mereka dapatkan berasal dari teman sebaya, teman main, ngumpul, gosip atau curhat. Mereka menghadapi masalah bersama teman sebaya. Mereka lebih sering berkomunikasi dengan teman mereka ketimbang orang tuanya. Mereka lebih percaya pada temannya untuk menceritakan masalah-masalah yang paling rahasia sekalipun. Ketika mereka hilang dari rumah, percaya saja, teman dekatnya akan mengetahui kemana ia pergi.

Satu hal lagi yang sangat penting  menurut Ericson yakni kekuatan psikososial remaja di tengah badai transisi: Kesetiaan. Remaja memegang teguh janji, perkataan, kesepakatan, dalam bentuk perilaku setia. Sekali dia dikhianati, maka remaja akan berontak bahkan membalasnya. Mereka membagi kesetiaan mereka dalam bentuk solidaritas satu dengan yang lain. Mereka membangun kelompok, genk, apapun namanya. Di sudut-sudut jalan, mereka membuat posko tempat nongkrong, dan di saat-saat tertentu mereka kumpul. Di sekolah mereka berkelompok kecil, saling traktir, ke mall, kerja PR, dan lain-lain. Kesetiaan diuji dengan aturan-aturan mereka sendiri. Aturan yang tak tertulis adalah pengikat kesetian genk remaja.  Kita sering mendengar, bahkan aturan yang tidak masuk akal, mereka buat dalam kelompok. Harus bisa merokok, harus dapat meneguk miras, harus pernah melukai orang, harus pernah mengambil barang milik orang lain, dan lain-lain. Teman sebaya dan kesetiaan, dua hal yang saling terikat, dapat menguatkan remaja, atau mungkin sebaliknya, menghancurkannya. Ketika seorang remaja telah memilih teman akrab, bahkan mungkin menjalin relasi yang semakin dalam dan intim, ketika itulah relasinya akan teruji oleh kualitas teman sebaya, dia menguatkan atau menghancurkan.

Bahaya Egosentrisme Remaja

Kita patut mencatat satu hal lagi, cara berpikir egosentris pada remaja. Teori ini didasarkan pada teori cara berpikir Operasional Formal dari J. Piaget.  David Elkind (Egocentrism in Adolescence. 1967) mengembangkannya  Egosentrisme remaja adalah istilah yang digunakan psikolog anak David Elkind untuk menggambarkan fenomena ketidakmampuan remaja untuk membedakan antara persepsi mereka tentang apa yang dipikirkan orang lain tentang mereka dan apa yang sebenarnya dipikirkan orang dalam kenyataan. Mereka menkonseptualisasi pikirian mereka sendiri dan memahami persepsi orang lain tentang diri mereka. Ada 2 (dua) kontruksi mental remaja sebagai konsekuensi egosentrisme ini: imaginary audience dan Personal Fabel.

Elkind menggambarkan fenomena bahwa seorang remaja mengantisipasi reaksi orang lain terhadap mereka dalam situasi sosial aktual atau yang akan datang. Elkind berpendapat bahwa antisipasi semacam ini dapat dijelaskan oleh keasyikan remaja bahwa orang lain mengagumi atau mengkritik mereka seperti halnya mereka terhadap diri mereka sendiri. Alhasil, mereka menciptakan persepsi bahwa mereka menjadi focus perhatian. Semua orang memerhatikannya. Dalam situasi normal ini tidak terlalu menjadi soal, tetapi di dalam situasi dimana mereka mempunyai masalah, maka beban mental berlipat-lipat. Mereka sungguh bersalah. Seluruh dunia menghakiminya. Dunia serasa runtuh. Apalagi jika itu masalah immoral (hamil di luar nikah, misalnya), maka perasaan bersalah dapat menghancurkan rasa dan masa depannya. Lebih tajam lagi, Personal Fabel, membuat remaja merasa masalah mereka unik. Tidak ada bandingannya. Sakit hati yang dirasakan, tak mampu dipahami dan dimengerti orang lain. Tidak ada masalah di dunia ini seberat masalahnya.  Tak ada yang mampu mengertinya. Dia begitu malu. Dan jika masih hidup, pun dia merasa akan terus terhakimi.

Perkembangan teknologi, dimana dunia dengan cepat terekam oleh teknologi, membuat situasi menjadi semakin mencekam dan gelap. Ketika kesalahan dan kelalaian remaja dalam berelasi, dengan mudah diketahui oleh dunia, maka saat itulah remaja terhakimi dan terjerembab semakin dalam.

Dalam beberapa kasus bunuh diri di Toraja, yang bersangkutan meninggalkan pesan-pesan yang menyayat. Mereka tak mampu menanggung beban, rasa malu, sorotan dunia, dan membayangkan dunia mereka telah berakhir. Dan akhirnya benar-benar berakhir!

Remaja yang Ter-alienasi

Factor-faktor penyebab bunuh diri pada remaja di Toraja berhamburan di media sosial. Salah satu yang patut diwaspadai adalah teori alienasi, yang kira-kira mirip dengan apa yang dimunculkan Psikolog, Eric Fromm. Ia sangat dipengaruhi oleh teori alienasi Karl Marx, yang menyoroti keterasingan buruh di dunia industry dan psikoanalisa dari Sigmun Freud. Tema dasar dari semua tulisan Fromm adalah individu yang merasa kesepian dan terisolir karena ia dipisahkan dari alam dan orang-orang lain. Ia mengembangkan tesis (Escape from Freedom) bahwa manusia menjadi semakin bebas dari abad ke abad, tetapi sekaligus merasa kesepian. Jadi kebebasan menjadi keadaan yang negatif darimana manusia melarikan diri.

Kita tidak sedang membicarakan teori-teori klasik psikologi, tetapi mencoba menghubungkannya dengan fenomena bunuh diri ini. Bahwa teknologi komunikasi telah menghubungkan dunia dengan cepat, merupakan sisi yang membawa keberkahan bagi relasi manusia. Tetapi, di sisi lain, telah menenggelamkan relasi dunia nyata, hubungan bertetangga, bahkan di dalam keluarga inti. Alienasi dapat terjadi dalam hubungan sosial di dunia nyata, lingkungan sosial, teman, tetangga, dll. Penolakan dari lingkungan sekitar, teman sebaya misalnya, dapat menjadi masalah besar.  Remaja dapat mencari teman dunia maya, yang lebih cepat dan murah. Melarikan diri dalam dunia maya merupakan strategi murah dan cepat untuk mendapatkan ketenangan dan mengurangi kecemasan. Remaja menjadi asik dengan dunianya sendiri dan membangun identitasnya yang abstrak.

Tidak salah lagi jika relasi sosial di kota-kota tertentu, yang semakin ramai, justru menenggelamkan relasi sosial yang riil. Pelajar dan mahasiswa yang bertumpuk di indekost-indekost, di pusat-pusat kota, menjadi lingkungan yang rawan sebagai tempat pelarian dan persembunyian semu. Mereka jauh dari mata orang tua, yang asik dengan dunianya sendiri, menjadi keadaan subur keterasingan remaja tanggung. Ini tentu sangat berbahaya.  Kurangnya regulasi pengawasan lingkungan remaja di tempat-tempat seperti ini menciptakan ‘adab’ baru interaksi remaja yang amburadul dan absurd.

Tengoklah beberapa pusat indekost pelajar-mahasiswa di Toraja yang semakin berkembang. Kita tahu bahwa benang merah regulasi tidak tampak di sana. Daerah dan suasana berkembang semau keadaannya.  Hal ini semakin mendesak jika kita membayangkan Toraja 10 hingga 20 tahun ke depan. Dalam salah satu misi Calon Bupati di Toraja beberapa waktu lalu, tercantum misi mengembalikan kejayaan sekolah berasrama. Mungkin saja salah satu strategi, dari sekian ratus lainnya, yang dapat sedikit membantu keteraturan para remaja dalam berelasi.

Sudah hampir pasti bahwa fenomena bunuh diri di kalangan remaja Toraja, harus menjadi fokus utama semua pihak. Saya tidak membayangkan penanganannya seperti melawan Covid-19. Tetapi yang pasti dampaknya akan sangat destruktif secara psikologis, terutama bagi generasi muda dan anak-anak.   Dan ini sangat berbahaya sebab penyebabnya tak kasat mata. Jurus vaksin dan obat penenang tidak akan mempan. Dia membutuhkan sumberdaya yang komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan untuk meredamnya.

 

  • Anthon PararakAlumnus Pascasarjana Psikologi Universitas Gajah Mada. ASN Kabupaten Toraja Utara
  • Penulis: Redaksi

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Anggaran Covid-19 Toraja Utara Rp 39,8 Miliar, Berikut Rincian dan Realisasinya

    Anggaran Covid-19 Toraja Utara Rp 39,8 Miliar, Berikut Rincian dan Realisasinya

    • account_circle Redaksi
    • 0Komentar

    KAREBA-TORAJA.COM, RANTEPAO — Pemerintah Kabupaten Toraja Utara menggelontorkan anggaran sebesar Rp 39.856.500.250 untuk penanggulangan pandemi virus Corona tahun 2021. Anggaran sebesar ini dialokasi di tiga organisasi perangkat daerah (OPD), masing-masing Dinas Kesehatan Rp26.170.245.000, RSUD Pongtiku Rp 6.211.250.000, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebesar Rp 6.611.105.250. Besaran dan alokasi untuk masing-masing OPD ini dijelaskan oleh […]

  • Crisis Centre Gereja Toraja Bantu Korban Angin Kencang di Buntu Pepasan

    Crisis Centre Gereja Toraja Bantu Korban Angin Kencang di Buntu Pepasan

    • account_circle Redaksi
    • 0Komentar

    KAREBA-TORAJA.COM, PULU-PULU — Crisis Centre Gereja Toraja menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada para pemilik rumah, yang bangunannya rusak diterjang angin kencang di Lembang Pulu’-Pulu’, Kecamatan Buntu Pepasan, Toraja Utara, Kamis, 8 April 2021. Selain kepada warga yang terdampak bencana, bantuan diberikan juga kepada Gereja  Gerakan Pantekosta (GGP Tondok Ba’ru). Bantuan dari Crisis Centre Gereja Toraja ini […]

  • Residivis Pencuri Motor di Toraja Utara Kembali Ditangkap Polisi Setelah Curi BPKB dan STNK untuk Digadaikan

    Residivis Pencuri Motor di Toraja Utara Kembali Ditangkap Polisi Setelah Curi BPKB dan STNK untuk Digadaikan

    • account_circle Arsyad Parende
    • 0Komentar

    FRP Residivis Pencurian Kendaraan Bermotor Kembali diamankan Resmob Polres Toraja Utara setelah mencuri BPKB dan STNK dengan Niat Digadaikan. (Foto/Istimewa)   KAREBA-TORAJA.COM, RANTEPAO — Tim Resmob Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Toraja Utara Polda Sulsel kembali mengamankan seorang pria berinisial FRP (17) atas dugaan pencurian. FRP diduga telah mencuri sebuah BPKB dan STNK milik Sdra. […]

  • Satu Lagi Pasien Covid-19 di Toraja Utara Meninggal Dunia

    Satu Lagi Pasien Covid-19 di Toraja Utara Meninggal Dunia

    • account_circle Redaksi
    • 0Komentar

    KAREBA-TORAJA.COM, RANTEPAO — Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Kabupaten Toraja Utara merilis satu pasien terkonfirmasi positif virus Corona meninggal dunia. Pasien yang berasal dari Kabupaten Waringin Barat, Kalimantan Tengah itu meninggal dunia pada Rabu, 30 Juni 2021 di RSUD Lakipadada. Pasien yang datang ke Toraja Utara dalam rangka mengikuti upacara Rambu Solo’ di Lembang Buntu Minanga, […]

  • Untuk ASN Toraja Utara: Tidak Disiplin, TPP Taruhannya!

    Untuk ASN Toraja Utara: Tidak Disiplin, TPP Taruhannya!

    • account_circle Desianti
    • 0Komentar

    KAREBA-TORAJA.COM, RANTEPAO — Bukan dengan marah-marah atau “menghukum” di depan umum, Bupati Toraja Utara, Frederik Victor Palimbong, akan mengatensi Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebagai salah satu instrumen untuk mendisiplinkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemkab Toraja Utara. “TPP akan betul-betul saya beri atensi, kalau ada yang main-main, tidak disiplin, ya tahu diri,” tegas Frederik […]

  • Jika Prabowo Presiden, Ketum PMTI Janji Perjuangkan Orang Toraja Jadi Menteri

    Jika Prabowo Presiden, Ketum PMTI Janji Perjuangkan Orang Toraja Jadi Menteri

    • account_circle Admin Kareba
    • 0Komentar

    KAREBA-TORAJA.COM, RANTEPAO — Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI), Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus Lumbaa menyatakan dirinya akan memperjuangkan orang Toraja menjadi menteri kabinet jika Prabowo Subianto terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia pada Pilpres 2024 mendatang. “Kita ini, selama Indonesia merdeka, belum pernah ada menteri, pembantu Presiden dari Toraja. Coba kita lihat, dari […]

expand_less
Exit mobile version